MIX DESAIN BETON METODE SNI DAN ACI
Mix Design Beton Metode SNI (Standar
Nasional Indonesia)
1. Semua bahan
beton harus diaduk secara seksama dan harus dituangkan seluruhnya sebelum
pencampur diisi kembali.
2. Beton
siap pakai harus dicampur dan diantarkan sesuai persyaratan SNI 03-4433-1997,Spesifikasi
beton siap pakai atau ”Spesifikasi untuk beton yang dibuat melalui
penakaran volume dan pencampuran menerus” (ASTM C 685).
3. Adukan
beton yang dicampur di lapangan harus dibuat sebagai berikut:
a. Pencampuran
harus dilakukan dengan menggunakan jenis pencampur yang telah disetujui.
b. Mesin
pencampur harus diputar dengan kecepatan yang disarankan oleh pabrik pembuat.
c. Pencampuran
harus dilakukan secara terus menerus selama sekurang-kurangnya 1½ menit setelah
semua bahan berada dalam wadah pencampur, kecuali bila dapat diperlihatkan
bahwa waktu yang lebih singkat dapat memenuhi persyaratan uji keseragaman
campuran SNI 03-4433-1997,Spesifikasi beton siap pakai.
4. Pengolahan,
penakaran, dan pencampuran bahan harus memenuhi aturan yang berlaku pada SNI
03-4433-1997, Spesifikasi beton siap pakai.
5. Catatan
rinci harus disimpan dengan data-data yang meliputi:
a. Jumlah
adukan yang dihasilkan.
b. Proporsi
bahan yang digunakan.
c. Perkiraan
lokasi pengecoran pada struktur.
d. Tanggal dan
waktu pencampuran dan pengecoran.
Mix Design Beton American
Association (ACI) Metode Absolute Volume
Metode American Concrete
Institute (ACI) mensyaratkan suatu campuran perancangan beton dengan
mempertimbangkan sisi ekonomisnya dengan memperhatikan ketersediaan bahan-bahan
di lapangan, kemudahan pekerjaan, serta keawetan kekuatan dan pekerja beton.
Cara ACI melihat bahwa dengan ukuran agregat tertentu, jumlah air perkubik akan
menentukan tingkat konsistensi dari campuran beton yang pada akhirnya akan
mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan (workability).
1. Perancangan
Sebelum melakukan perancangan, data-data yang
dibutuhkan harus dicari. Jika data-data yang dibutuhkan tidak ada, dapat
diambil data dari tabel-tabel yang telah dibuat untuk membantu penyelesaian
perancangan cara ACI ini. Bagian alir perancangan dengan metode ACI dapat
dilihat pada gambar 8.2.
Pada metode ini, input data perancangan meliputi data
standar deviasi hasil pengujian yang berlaku untuk pekrjaan yang sejenis dengan
karakteristik yang sama. Selanjutnya data tentang kuat tekan rencana, data
butir nominal agregat yang digunakan, data slump, (jika diinginkan dengan nilai
tertentu), berat jenis agregat, serta karakteristik lingkungan yang diinginkan.
2. Langkah
Perancangan
1) Hitung
kuat tekan rata-rata beton, berdasarkan kuat tekan rencana dan margin, f’cr
= m + f’c
a. m =
1.64*Sd, standar deviasi diambil berdasarkan data yang lalu, jika tidak ada
diambil dari Tabel 8.1 berdasarkan mutu pelaksanaan yang diinginkan.
b. Kuat
tekan rencana (f’c) ditentukan berdasarkan rencana atau dari hasil uji yang
lalu.
Volume Pekerjaan
|
Mutu Pelaksanaan (Mpa)
|
||
Baik Sekali
|
Baik
|
Cukup
|
|
Kecil (< 1000 m3)
Sedang (1000 - 3000 m3)
Besar ( > 3000 m3)
|
4.5 < sd <5.5
3.5 < sd <4.5
2.5 < sd <3.5
|
5.5 < sd <6.5
4.5 < sd <5.5
3.5 < sd <4.5
|
6.5 < sd <8.5
5.5 < sd <7.5
4.5 < sd <6.5
|
Tabel 8.1 Nilai Standar Deviasi
2) Tetapkan
nilai slump, dan butir maksimum agregat
a. Slump
ditentukan. Jika tidak dapat, data diambil dari Tabel 8.2
Jenis Konstruksi
|
Slump (mm)
|
|
Maksimum
|
Minimum
|
|
- Dinding
Penahan dan Pondasi
- Pondasi
sederhana, sumuran, dan dinding sub struktur
- Balok
dan dinding beton
- Kolom
struktural
- Perkerasan
dan slab
- Beton
masal
|
76.2
76.2
101.6
101.6
76.2
50.8
|
25.4
25.4
25.4
25.4
25.4
25.4
|
Tabel 8.2 Slump yang disyaratkan untuk
berbagai konsentrasi kenurut ACI.
b. Ukuran
maksimum agregat dihitung dari 1/3 tebal plate dan atau 3/4 jarak
bersih antar baja tulangan, tendon, bundle bar, atau ducting dan
atau 1/5 jarak terkecil bidang bekisting ambil yang terkecil, jika tidak
diambil dari Tabel 8.3.
Dimensi Minimim, mm
|
Balok / kolom
|
Plat
|
62.5
150
300
750
|
12.5 mm
40 mm
40 mm
80 mm
|
20 mm
40 mm
80 mm
80 mm
|
Tabel 8.3 Ukuran Maksimum Agregat
3) Tetapkan
jumlah air yang dibuhkan berdasarkan ukuran maksimum agregat dan nilai slump
dari Tabel 8.4
Slump (mm)
|
Air (lt/m3)
|
|||||||
9.5 mm
|
12.7 mm
|
19.1 mm
|
25.4 mm
|
38.1 mm
|
50.8 mm
|
76.2 mm
|
152.4 mm
|
|
25.4 s/d 50.8
76.2 s/d 127
152.4 s/d 177.8
Mendekati jumlah kandungan udara dalam beton air
entrained (%)
|
210
231
246
3.0
|
201
219
231
2.5
|
189
204
216
2.0
|
180
195
204
1.5
|
165
180
189
1.0
|
156
171
180
0.5
|
132
147
162
0.3
|
114
126
-
0.2
|
25.4 s/d 50.8
76.2 s/d 127
152.4 s/d 177.8
Kandungan udara total rata-rata yang disetujui (%)
|
183
204
219
|
177
195
207
|
168
183
195
|
162
177
186
|
150
165
174
|
144
159
168
|
123
135
156
|
108
120
-
|
Diekspose sedikit
Diekspose menengah
Sangan ekspose
|
4.5
6.0
7.5
|
4.0
5.5
7.0
|
3.5
5.0
6.0
|
3.0
4.5
6.0
|
2.5
4.5
5.5
|
2.0
4.0
5.0
|
1.5
3.5
4.5
|
1.0
3.0
4.0
|
Tabel 8.4 Perkiraan Air Campuran dan
Persyaratan Kandungan Udara untuk Berbagai Slump dan Ukuran Nominal Agregat
Masimum
4) Tetapkan
nilai Faktor Air Semen dari 8.5. Untuk nilai kuat tekan dalam Mpa yang berada
di antara nilai yang diberikan dilakukan interpolasi.
Kekuatan Tekan
28 hari (Mpa)
|
FAS
|
|
Beton
Air-entrained
|
Beton
Non Air-entrained
|
|
41.4
34.5
27.6
20.7
13.8
|
0.41
0.48
0.57
0.68
0.62
|
-
0.4
0.48
0.59
0.74
|
Tabel 8.5 Nilai Faktor Air Semen
5) Hitung
semen yang diperlukan, yaitu jumlah air dibagi dengan factor air semen.
6) Tetapkan
volume agregat kasar berdasarkan agregat maksimum dan Modulus Halus Butir (MHB)
agregat halusnya sehingga didapat persen agregat kasar (Tabel 8.6). Jika
nilai Modulus Halus Butirnya berada di antaranya, maka dilakukan interpolasi.
Volume agregat kasar=persen agregat dikalikan dengan berat kering agregat
kasar.
7) Estimasikan
berat beton segar berdasarkan Tabel 8.7, kemudian hitung agregat halus, yaitu
berat beton segar – (berat air + berat semen + berat agregat kasar).
8) Hitung
proporsi bahan, semen, air, agregat kasar dan agregat halus, kemudian koreksi
berdasarkan nilai daya serap air pada agregat.
9) Koreksi
Proporsi Campurannya.
Ukuran
Agregat
Maks (mm)
|
Volume Agregat kasar kering * persatuan volume untuk
berbagai modulus halus butir
|
|||
2.40
|
2.60
|
2.80
|
3.00
|
|
9.5
12.7
19.1
25.4
38.1
50.8
76.2
152.4
|
0.50
0.59
0.66
0.71
0.75
0.78
0.82
0.87
|
0.48
0.57
0.64
0.69
0.73
0.76
0.80
0.85
|
0.46
0.55
0.62
0.67
0.71
0.74
0.78
0.83
|
0.44
0.53
0.60
0.65
0.69
0.72
0.76
0.81
|
Tabel 8.6 Volume Agregat Kasar Per satuan
Volume Beton
3. Kekurangan
dan Kelebihan
1) Cara
ini merupakan cara coba-coba untuk memperoleh proporsi bahan yang menghasilkan
konsistensi. Jika dipakai agregat yang berbeda akan menyebabkan konsistensi
yang berbeda juga.
2) Nilai
Modulus Halus Butir (MHB) sebenarnya kurang menggambarkan gradasi agregat yang
tepat. Untuk agregat dengan berat jenis yang berbeda, perlu dilakukan koreksi
lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar